Hati-hati, Dosa Pembuat Berita Bohong Tak Berarti Berhenti dengan Minta Maaf
By Abdi Satria
nusakini.com-Semarang- Insan media dan masyarakat diminta tidak membuat dan menyebarkan berita bohong. Tak hanya memicu perpecahan, menyebarkan berita bohong juga perbuatan dosa yang akan terus ditanggung jika berita itu terus menggulir.
Hal itu disampaikan Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, saat Silaturahmi dan Halal Bihalal dengan awak media di Jawa Tengah dan DIY, di Hotel Santika Premiere, Kamis (12/5/2022).
Menurutnya, penyebar berita bohong akan menanggung sendiri dosanya. Dan yang mesti diperhatikan, permintaan maaf dari si pembuat atau penyebar, tak berarti membuat dosanya berhenti, selama informasi itu masih beredar. Terlebih, dengan maraknya penggunaan media sosial, di mana semua orang bisa menjadi pembuat dan penyebar berita.
“Hati-hati dalam pemberitaan, apalagi yang disampaikan berita yang tidak benar. Hati-hati bermedia sosial karena statement bohong tidak bisa dihentikan. Setiap apa yang disampaikan tanggung jawab kita. Selama itu (berita bohong) diteruskan, akan jadi bagian dosa yang harus ditanggung,” tegas Gus Yasin, sapaan wagub.
Untuk itu, dia mengajak awak media agar tetap menjunjung tinggi integritas. Mereka wajib melakukan tabayyun dan menghindari berita bohong alias hoaks.
Diakui, berita atau kabar hoaks telah ada sejak zaman nabi. Bahkan, dalam surat Al-Hujurat ayat 6, Tuhan telah memerintahkan manusia agar melakukan pengecekan berulang ketika menerima sebuah berita.
Oleh karenanya, ia meminta segenap awak media agar melakukan kroscek ketika menulis berita. Karena, bisa jadi berita yang dituliskan membawa sebuah keuntungan atau kerugian pada salah satu pihak.
Dalam kesempatan itu Gus Yasin juga mengungkap bagaimana tradisi halal bihalal merupakan cara bijak Bangsa Indonesia mengatasi fitnah dan perpecahan politik.
Menurut wagub, tradisi ini dimulai saat era kepemimpinan Presiden Soekarno. Kala itu, situasi politik dan atmosfer bernegara sedang tidak kondusif . Kemudian, munculah gagasan dari Kiai Haji Wahab Chasbullah yang mencetuskan tradisi atau kebiasaan halal bihalal.
“Halal bihalal hanya di negara kita yang punya tradisi seperti ini. Yang mana pencetusnya Kiai Wahab dan presiden pertama kita Bung Karno. Waktu itu (halal bihalal) merupakan upaya menyikapi politik. Ini muncul karena fitnah atau perpecahan,” bebernya.
Halal bihalal, menurut Yasin, merupakan suatu upaya untuk mengingatkan, manusia kembali fitri dengan menjalani ibadah selama ramadan. Ia menyebut, semangat ramadan bukan hanya ibadah terhadap Allah, namun juga menjaga hubungan antarsesama.
“Bulan syawal, kita kembali suci, kembali ke fitrah manusia. Yakni dengan menjaga hablum minallah (hubungan manusia dengan Tuhan) dan hablum minannas (hubungan sesama manusia). Jangan menangis atau bersedih karena ditinggalkan bulan ramadan, tapi bersedihkan saat tidak bsa beribadah seperti saat ramadan,” tandasnya. (rls)